ASAL USUL August-September
Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah
tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA, BI: "Jurnal Kepulauan Hindia dan
Asia Timur")), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjanahukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada
tahun 1849 seorang ahli etnologi
bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai
redaksi majalah JIAEA.
Dalam JIAEA volume
IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis
artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and
Malay-Polynesian Nations ("Pada Karakteristik Terkemuka dari
Bangsa-bangsa Papua, Australia dan Melayu-Polinesia"). Dalam artikelnya
itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia
atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name),
sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang
lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesiaatau Malayunesia ("nesos"
dalam bahasa Yunani berarti
"pulau"). Pada halaman 71 artikelnya
itu tertulis (diterjemahkan ke Bahasa Indonesiadari Bahasa Inggris):
"... Penduduk Kepulauan
Hindia atau Kepulauan Melayu masing-masing akan menjadi "Orang
Indunesia" atau "Orang Malayunesia"".
Earl sendiri menyatakan memilih nama
Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab
Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga
digunakan untuk Ceylon (sebutan Srilanka saat itu) dan Maldives (sebutan
asing untuk Kepulauan Maladewa). Earl berpendapat juga bahwa bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan
ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak
memakai istilah Indunesia.
Dalam JIAEA Volume IV itu juga,
halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology
of the Indian Archipelago("Etnologi dari Kepulauan Hindia"). Pada
awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah
air kita, sebab istilah Indian Archipelago ("Kepulauan
Hindia") terlalu panjang dan membingungkan. Logan kemudian memungut nama
Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan
huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.Dan itu membuktikan bahwa
sebagian kalangan Eropa tetap meyakini bahwa penduduk di kepulauan ini adalah
Indian, sebuah julukan yang dipertahankan karena sudah terlanjur akrab di
Eropa.
Untuk pertama kalinya kata Indonesia
muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan
(diterjemahkan ke Bahasa Indonesia):
"Mr Earl menyarankan
istilah etnografi "Indunesian",
tetapi menolaknya dan mendukung "Malayunesian". Saya lebih suka
istilah geografis murni
"Indonesia", yang hanyasinonim yang lebih pendek untuk
Pulau-pulau Hindia atau Kepulauan Hindia"
Ketika mengusulkan nama
"Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama
itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan
nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun
pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi.
Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang
bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien
oder die Inseln des Malayischen Archipel("Indonesia atau Pulau-pulau
di Kepulauan Melayu") sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya
ketika mengembara di kepulauan itu pada tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah
"Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul
anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Pendapat yang
tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van
Nederlandsch-Indië tahun 1918. Pada kenyataannya, Bastian mengambil istilah
"Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.
Pribumi yang mula-mula menggunakan
istilah "Indonesia" adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang
ke negeri Belanda tahun 1913 ia mendirikan
sebuah biro pers dengan nama Indonesische
Persbureau. Nama Indonesisch (pelafalan Belanda untuk
"Indonesia") juga diperkenalkan sebagai pengganti Indisch ("Hindia")
oleh ProfCornelis van
Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander ("pribumi") diganti
dengan Indonesiër ("orang Indonesia")..